Darmawan menjelaskan untuk mengurangi emisi, PLN melakukan teknologi _co-firing_ di 37 PLTU yang ada saat ini. _Co-firing_ adalah pembakaran dua jenis bahan bakar berbeda secara bersamaan. Untuk PLTU yang biasanya sepenuhnya berbahan bakar batu bara, _co-firing_ dilakukan dengan menambahkan bahan bakar lain, seperti biomassa yang dibuat dari _wood pallet_ atau sampah.Teknologi ini mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,2 juta ton co2.
Penurunan emisi juga dihasilkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkit. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2. PLN juga melakukan inovasi dengan memanfaatkan gas buang dari pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) _combine cycle_ untuk menghasilkan listrik tambahan. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebsar 7 juta ton Co2
“Kami terus mendorong penggunaan pembangkit EBT. RUPTL (Rencana usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021-2030 yang telah disusun bersama Pemerintah ini menjadi yang terhijau sepanjang sejarah, di mana 51 persen pembangunan pembangkit akan menggunakan EBT yang ramah lingkungan,” ucap Darmawan.
Tidak hanya membangun pembangkit EBT baru, PLN juga mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya berteknologi subcritical menjadi PLTU dengan teknologi _supercritical dan _ultrasupercritical._ Ini mampu mengurangi emisi sebesar 15,4 juta ton CO2.
PLN terus berkomitmen melakukan transisi energi demi memastikan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
“Ini dilakukan bukan karena adanya perjanjian internasional, tetapi demi memastikan generasi mendatang lebih baik daripada hari ini. _We’re doing. Because we do really care,”_ pungkas Darmawan. (dex)