Data Tak Pernah Tiba, Mengurai Akar Masalah Transparansi DLH Jombang

  • Bagikan
Oplus_131072

Minimnya pengawasan

Lemahnya akuntabilitas penggunaan anggaran

Tanpa data yang transparan, warga tidak dapat mengukur apakah program lingkungan dijalankan secara benar atau justru syarat dengan kepentingan tertentu.

Media dan Publik Menanti Sikap Tegas DLH—Bukan Sekadar Janji yang Berulang

Hingga kini, DLH Jombang belum memberikan alasan resmi mengapa dokumen yang diberikan kosong, ataupun apa penyebab berkas PDF yang dijanjikan tidak kunjung diserahkan. Media telah berupaya melakukan konfirmasi, namun jawaban yang diterima tidak memberikan kejelasan.

Padahal, di era pemerintahan yang mengusung konsep good governance, keterbukaan informasi bukan lagi pilihan, tetapi kewajiban mutlak. Pemerintah daerah seharusnya mempermudah akses informasi, bukan mempersulit atau menunda tanpa alasan jelas.

  Gebyar Potensi Bareng, Gus Wabup Salmanudin Ajak Masyarakat Borong Produk Lokal, Perkuat Ekonomi Kerakyatan!

Jika DLH benar-benar menjunjung prinsip transparansi, data tersebut seharusnya:

Sudah tersedia dan siap dibagikan

Memuat daftar desa penerima program

Menjelaskan anggaran dan mekanisme kerja sama

Disampaikan tanpa harus diminta berkali-kali

Tidak membuat publik menunggu hingga berhari-hari

Ketika data sederhana saja tidak bisa disediakan, publik berhak mempertanyakan integritas tata kelola lingkungan hidup di Kabupaten Jombang.

Akhir Kata: Transparansi Adalah Fondasi Kepercayaan Publik, Bukan Sekadar Formalitas

Kasus ini menjadi potret bagaimana keterbukaan informasi di DLH Jombang masih jauh dari ideal. Ketika instansi pemerintah menahan data, mengulur waktu, atau memberikan dokumen kosong, hal itu bukan sekadar pelanggaran administratif—tetapi kegagalan menjalankan amanat undang-undang dan merusak kepercayaan masyarakat.

  Gebyar Potensi Bareng, Gus Wabup Salmanudin Ajak Masyarakat Borong Produk Lokal, Perkuat Ekonomi Kerakyatan!

DLH Jombang kini berada di persimpangan:
memperbaiki diri dengan membuka data secara utuh, atau terus membiarkan kecurigaan publik berkembang tanpa batas.

Publik dan media masih menunggu jawaban konkret, bukan janji yang berulang. Sebab pada akhirnya, transparansi bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi cermin moralitas sebuah institusi dalam melayani masyarakat.

Bersambung

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan