“Ini sangat memotivasi dan menginspirasi kita semua. Produk lokal Bojonegoro ternyata sudah diterima di pasar internasional,” ujarnya.
Yuni sendiri bercerita, produknya kerap diikutsertakan dalam pameran nasional, seperti di Bali dan Jakarta.
Salah satu produk andalannya adalah lampu hias dari limbah kayu jati yang telah diekspor ke Prancis.
“Kami ingin menunjukkan bahwa limbah kayu pun bisa menjadi barang bernilai tinggi,” jelas Yuni.
Setelah dari Padangan, kunjungan berlanjut ke sentra kerajinan kayu jati di Batokan, Kasiman, dan terakhir di Grandis Home, Desa Kasiman.
Usaha yang digawangi oleh Nesya Anggi ini berdiri sejak 2019, berawal dari produksi kerajinan dengan motif pakaian berwarna pastel yang awalnya hanya dipasarkan lewat Instagram.
Kini, Grandis Home telah menembus pasar Belanda, Spanyol, Korea Selatan, hingga Afrika. Bahkan, omzetnya pernah menembus Rp400 juta dalam sebulan, meski kadang menurun hingga Rp30 juta.
Kisah sukses Yuni dan Anggi menjadi bukti bahwa Bojonegoro bukan hanya gudang kayu jati, tetapi juga rumah bagi karya seni kriya yang mampu bersaing di pasar global. (Prokopim)