Lebih lanjut Matasim menyampaikan kata sepakat terkait tuntutan warga yang menginginkan di fungsikanya kembali jalan desa.
“Saya sepakat bila jalan desa itu di fungsikan kembali dan bisa di lalui oleh warga dan akses ke Wisata Tebing Gupit,”ujarnya.
“Tapi kami juga butuh waktu untuk mengkomunikasikan dengan pihak-pihak yang terlibat di dalamya termasuk ke Perusahaan tambang,”imbuhnya.
Sementara itu, melalui berbagai adu argumentasi yang panjang dan alot akhirnya pihak warga mempertanyakan pertangggung jawaban konpensasi dari PT Wira Bhumi Sejati yang di berikan kepada panitia dan Pemdes.
Salah satu dari warga membenarkan ucapan kades bahwa sudah melakukan nusyawarah terkait hal di atas. Akan tetapi, yang mengetahui informasi tersebut hanya orang-orang yang di undang.
“Kepala Desa 100% betul. Jadi, tiap bulan itu ada musyawarah. Tapi informasi dari hasil musyawarah tidak tersampaikan ke masyarakat dan hanya konsumsi buat yang ikut musyawarah. Yang saya sayangkan itu.”paparnya.
“Di dusun juga ada perkumpulan. Kan juga bisa di sampaikan melalui jamaah tahlil.”tambah pria yang mengaku sebagai bakul lombok itu.
Masih di tempat yang sama, ke sebelas perwakilan yang di ajukan para pendemo melakukan musyawarah dengan panitia, kepala desa yang di dampingi Abdullah Umar.
Dalam musyawarah singkat tersebut pihak panitia memaparkan dengan rincian pengelolaan pendapatan dan pengeluaran yang di tuliskan di selembar kertas.
Berikut rincianya:

Namun lagi-lagi apa yang menjadi tuntutan warga tidak sesuai harapan berangkat dari rumah. Disitu masih menyisakan persoalan yang pelik. Dimana pertanggung jawaban panitia terkait keuangan hanya di periode 3 tahun dari 2020 sampai 2022. Sedangkan dari kurun waktu 4 tahun dari 2016 sampai 2019 masih di janjikan dengan alasan masih dalam persiapan.
Sekedar diketahui, akibat dari aksi damai yang dilakukan. Empat warga diduga di laporkan oleh pihak PT Wira Bhumi Sejati.
Bahkan berdasarkan pengakuan salah seorang terlapor menyebutkan pelaporan dirinya atas dasar suruhan dari oknum perangkat.