Satu isu penting lainnya adalah minimnya dokter spesialis di banyak daerah, termasuk Bojonegoro. Ashar Jaya menyarankan Pemkab menyekolahkan putra-putri daerah terbaiknya lewat beasiswa LPDP maupun program beasiswa Kemenkes agar kembali mengabdi di tanah kelahiran.
“Cari putra putri daerah yang terbaik, kirim sekolah dokter spesialis, dan bangun dari bawah. Kalau perlu, bila sudah ada dokter dari luar daerah, carikan jodoh di Bojonegoro supaya betah,” selorohnya.
Sebagai penutup, Dirjen Ashar Jaya membocorkan bahwa ke depan sistem klasifikasi rumah sakit di Indonesia akan berubah. Tidak lagi berdasarkan tipe (A, B, C) secara umum, tapi berdasarkan kompetensi layanan tertentu.
“Nantinya, satu rumah sakit bisa tipe Paripurna untuk jantung, tapi tipe Dasar untuk layanan lainnya. Ini akan mempercepat penanganan pasien tanpa perlu rujukan berlapis yang justru membahayakan nyawa,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono menyampaikan bahwa RSUD Padangan memang dirancang sebagai pusat layanan unggulan untuk masyarakat wilayah barat Bojonegoro hingga perbatasan Jawa Tengah.
“Kami melihat potensi luar biasa dari RSUD Padangan. Rujukan pasien bahkan datang dari Purwodadi, Rembang, Blora hingga Tuban. Ini membuktikan kepercayaan publik sudah terbentuk,” kata Bupati.
Dia pun menegaskan, strategi Pemkab bukan hanya membangun infrastruktur, namun menciptakan ekosistem pelayanan yang terintegrasi, mulai dari SDM medis, layanan pasien, hingga fasilitas pendukung.
Dengan hadirnya Katarak Center dan pengembangan RSUD Padangan yang proaktif, Bojonegoro diyakini akan menjadi model pengembangan layanan kesehatan berbasis keadilan sosial dan efisiensi layanan. (Prokopim)