Hearing ini memunculkan banyak pertanyaan tajam dari anggota DPRD Bojonegoro. Anggota Komisi A DPRD Erik Maulana Heri Kiswanto meminta bukti dokumen resmi perubahan status lahan.
“Kalau dokumennya tidak ada, berarti prosesnya cacat hukum. Jangan sampai tanah kas desa hilang begitu saja,” tegas Erik.
Sementara Sudjono, anggota Komisi A lainnya, menyoroti dugaan adanya tukar guling fiktif. “Kalau memang ada tukar guling, harus jelas lokasinya di mana, kapan dilakukan, dan bagaimana dasar hukumnya. Kalau tidak ada, ya artinya ilegal,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Lasmiran, menilai kasus Desa Belun hanyalah satu dari banyak persoalan serupa di Bojonegoro.
“Banyak tanah kas desa yang hilang atau diserobot. Padahal undang-undang jelas mengatur, TKD tidak boleh dialihkan untuk kepentingan pribadi. Ini harus kita luruskan, supaya aset desa tidak semakin berkurang,” tandasnya.
Komisi A DPRD berkomitmen akan mendalami persoalan ini lebih jauh dengan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro, untuk memastikan legalitas sertifikat tersebut.
“Kalau benar ada manipulasi dokumen, ini bisa jadi persoalan hukum. DPRD tidak ingin masyarakat dirugikan,” ujar Lasmiran.
Masyarakat Desa Belun berharap ada keadilan dalam kasus ini. Mereka menuntut agar TKD dikembalikan ke desa sesuai aturan, sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan segelintir orang.
Perlu diketahui, Agenda pembahasan terkait sengketa Tanah Kas Desa (TKD) kelas A Desa Belun yang kini diduga telah beralih menjadi sertifikat atas nama perseorangan dan dikuasai secara pribadi berlangsung menegangkan.















