Menghadapi situasi yang tak memungkinkan, sekolah bergerak cepat. Begitu air mulai merendam halaman dan lima ruang kelas, pihak sekolah segera berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Jombang. Laporan lengkap dengan dokumentasi foto dan video dikirimkan untuk memastikan persetujuan perubahan sistem belajar.
”Kami laporkan sejak malam karena sebagian ruang sudah tergenang. Dengan kondisi seperti itu, jelas pembelajaran tatap muka tidak bisa dilaksanakan,” tambah Winarko.
Akses menuju sekolah yang juga ikut tergenang menjadi pertimbangan lain. Memaksa ratusan siswa untuk datang dianggap berisiko tinggi.
Meskipun demikian, semangat belajar tidak surut bersama air banjir.
Winarko memastikan bahwa proses pendidikan tetap berjalan. Para guru segera beralih fungsi menjadi pengajar daring, memberikan materi dan tugas melalui berbagai platform agar siswa tetap mendapatkan hak belajar mereka.
Kondisi sekolah yang lengang, hanya diisi oleh beberapa guru dan penjaga sekolah, menjadi saksi bisu perjuangan adaptasi di tengah bencana alam. Proses pembelajaran tatap muka diharapkan dapat kembali normal pada hari berikutnya.
”Alhamdulillah air sudah menyusut. Jika tidak ada hambatan, besok pembelajaran tatap muka bisa kembali kami laksanakan,” pungkas Winarko penuh harap. Keputusan mengalihkan ke daring adalah bukti nyata ketangguhan institusi pendidikan dalam memastikan bahwa bencana fisik tidak boleh menghentikan proses transfer ilmu.
Reporter: Adi















