Boven Digoel, Mmcnews – Seiring berjalannya waktu, peran guru di Indonesia tampaknya telah bergeser. Banyak guru yang kini hanya dianggap sebagai pengajar, bukan lagi pendidik yang memfokuskan pada perkembangan karakter dan keterampilan dasar siswa. Fenomena ini tidak hanya menjadi sorotan di kalangan para pendidik itu sendiri, tetapi juga menjadi pembahasan hangat di masyarakat. Apa yang menyebabkan perubahan besar ini? Berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, mempengaruhi cara kerja guru dalam mengajar dan mendidik.
1. Tekanan dari Orang Tua
Salah satu faktor utama yang membuat guru lebih berfokus pada pengajaran, ketimbang mendidik, adalah tekanan besar dari orang tua siswa. Banyak orang tua yang lebih memedulikan agar anak mereka naik kelas, tanpa memperhatikan apakah anak tersebut benar-benar menguasai materi atau memiliki keterampilan dasar seperti membaca, menulis, atau berhitung. Bahkan, tidak jarang orang tua memberikan ancaman kepada guru jika anaknya tidak naik kelas, meskipun kenyataannya siswa tersebut belum sepenuhnya siap untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Orang tua yang tidak mau tahu mengenai kualitas pendidikan yang diterima anaknya, tetapi hanya menginginkan hasil formal berupa kenaikan kelas, memberikan tekanan tersendiri pada guru. Hal ini sering kali memaksa guru untuk lebih mengutamakan administrasi dan kelulusan formal, daripada memastikan siswa benar-benar memahami dan menguasai materi pelajaran.
2. Program Merdeka Belajar dan Orientasi pada Kelulusan
Kebijakan Merdeka Belajar yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertujuan untuk memberikan kebebasan bagi sekolah dan guru dalam memilih metode pengajaran. Namun, program ini juga tidak lepas dari kritik. Beberapa guru menganggap bahwa Merdeka Belajar lebih menekankan pada kelulusan siswa, dan pada akhirnya mengarah pada kesuksesan administratif yang terukur, seperti predikat “naik kelas”.
Program ini, meski dirancang dengan niat baik, malah terkadang membuat guru terlalu terfokus pada target kelulusan dan pencapaian angka statistik tertentu. Dalam situasi ini, kualitas pendidikan sering kali terabaikan, dan guru terpaksa mengutamakan pencapaian administratif daripada memberikan perhatian yang mendalam terhadap perkembangan siswa, baik dari segi akademik maupun karakter.
3. Ketidakmampuan Guru untuk Menangani Berbagai Masalah dalam Pengajaran
Sebagian guru merasa kesulitan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik yang sesungguhnya karena kekurangan dukungan dan pelatihan yang memadai. Banyak guru yang terjebak dalam rutinitas pengajaran yang lebih berfokus pada penyelesaian materi, tanpa dapat memberikan waktu yang cukup untuk mendalami kebutuhan individual siswa. Sistem pendidikan yang ada juga sering kali tidak memberikan ruang yang cukup bagi guru untuk mengembangkan keterampilan mengajar yang lebih holistik, yang mencakup aspek moral, sosial, dan emosional siswa.
Di sisi lain, tidak semua guru memiliki keterampilan dan pemahaman yang cukup mengenai pendekatan pedagogik yang berbasis pada perkembangan siswa. Seiring dengan tekanan yang ada, banyak guru merasa lebih mudah untuk berfokus pada aspek pengajaran yang dapat diukur, seperti ulangan, ujian, dan kelulusan, dibandingkan dengan melakukan pendekatan yang lebih mendalam dalam mendidik karakter dan keterampilan hidup siswa.