MMCNEWS.ID | Polemik dugaan upaya privatisasi aset daerah oleh Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Pemkab Jombang terus memanas, menarik perhatian publik dan kalangan legislatif.
Menanggapi serangkaian tudingan yang muncul, pihak yayasan akhirnya angkat bicara, membantah keras isu pelepasan diri dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang dan menegaskan bahwa perubahan akta merupakan bentuk kepatuhan mutlak terhadap regulasi nasional.
Ketua Yayasan STIKES Pemkab Jombang, Heru Widjajanto, menilai tudingan privatisasi tersebut tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan masyarakat.
Menurut Heru, perubahan akta yayasan yang terbit pada 13 Juni 2025 bukanlah upaya untuk memisahkan diri, melainkan penyesuaian terhadap Undang-Undang yang melarang kepala daerah merangkap jabatan dalam yayasan.
Isu yang paling memicu polemik adalah absennya nama Bupati Jombang, Warsubi, dalam struktur Pembina Yayasan pada akta terbaru. Publik menduga ini sebagai indikasi pengambilalihan kendali.

Namun, Heru menjelaskan bahwa kondisi ini justru menunjukkan kepatuhan yayasan terhadap dua payung hukum utama.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 7 Ayat (1), yang melarang kepala daerah merangkap jabatan pada organisasi lain.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004), yang mengatur hal serupa.
“Bupati tidak boleh menjabat dalam struktur yayasan. Dulu saat Pak Suyanto menjabat, (nama) akhirnya dicantumkan sebagai pribadi, bukan sebagai pejabat. Jadi, kondisi ini bukan hanya sekarang, dari awal pun jabatan Bupati tidak pernah sah dimasukkan dalam struktur yayasan,” jelas Heru. Selasa (28/10/2025).
Untuk memastikan keterwakilan unsur pemerintah daerah, Heru memastikan bahwa dua pejabat Pemkab Jombang, yakni Kepala Bappeda (Danang) dan Kepala DPKAD (Nasrulloh), masih tercantum dalam struktur yayasan.
Ia juga menjamin bahwa seluruh proses perubahan akta telah disahkan notaris dan Kementerian Hukum dan HAM.















