Meluruskan Penjungkir-balikan Akal Sehat Ahli Dalam Kasus Ijasah Jokowi

  • Bagikan

Dalam kasus ini, penuduh harus membuktikan tuduhannya. Bila tidak mampu, itulah fitnah!

Sekurangnya, Roy Suryo CS harus membuktikan secara hukum, bahwa alat bukti yang dipunyainya, asli atau sah. Penyidik tidak wajib membuktikan ijazah korban. Justru jika penyidik menunggu keaslian ijazah dibuktikan dulu, artinya Penyidiklah menerapkan “pembodohan Hukum”. Penyidik sedang salah menerapkan hukum, mengaburkan asas beban pembuktian, serta membiarkan fitnah berkembang tanpa batas. Negara hukum tidak boleh tunduk pada logika Hukum yang kacau.

5.Sikap Hukum Penyidik seharusnya

Penyidik wajib menerima laporan fitnah/pencemaran nama baik dan meminta penuduh menunjukkan bukti bahwa ijazah palsu. Bila penuduh tidak mampu membuktikan, maka jelas unsur pasal terpenuhi. Penetapan Tersangka kepada Roy CS, menurut saya, sangat pantas dan benar benar benar. Seyogyanya Penyidik melakukan penahanan agar Tersangka tidak terus mengulangi perbuatannya (terus menyebar fitnah/pencemaran nama baik), serta mencegah potensi melarikan diri, dan selanjutnya melimpahkan berkas ke Kejaksaan.

  Dewan Bojonegoro Geram, Konsultan Pengawas Proyek Sport Center Dinilai Gagal Jalankan Tugas

7.Apakah Penyidik wajib memeriksa ijazah Jokowi?

Pendapat saya, tidak! Yang wajib diperiksa adalah “bukti penuduh”, bukan dokumen korban yang dituduh. Ini standar Hukum Internasional dan Nasional.

8.Saatnya Meluruskan Logika Hukum

Sebagai Ketua Umum PJI dan praktisi pembelaan non-litigasi masyarakat tertindas, saya merasa perlu menyampaikan bahwa:

1. Logika hukum harus lurus. Tidak boleh dijungkir-balikkan.

2. Beban pembuktian ada pada penuduh. Bukan yang dituduh.

3. PTUN sama sekali tidak relevan dalam isu keaslian ijazah.

4. Penyidik wajib memproses dugaan fitnah tanpa menunggu penetapan apa pun dari pengadilan.

5. Logika yang benar, ijazah paling otoritatif diverifikasi oleh lembaganya, bukan oleh pengadilan.

Saya tetap mengakui bahwa saya bukan Sarjana Hukum. Saya hanyalah orang awam yang bertahun-tahun belajar hukum secara autodidak dan mengadvokasi masyarakat kecil. Jika ada akademisi Hukum yang ingin mengoreksi pendapat saya, saya sangat terbuka. Tapi koreksi itu harus berbasis Hukum formal, Asas Hukum, Logika sehat, tidak menabrak kompetensi absolut peradilan dan tidak membalikkan beban pembuktian.

  Dewan Bojonegoro Geram, Konsultan Pengawas Proyek Sport Center Dinilai Gagal Jalankan Tugas

Pemidanaan terhadap penyebar fitnah bukan sekadar penegakan hukum.
Itu adalah peneguhan bahwa negara ini tidak bisa digoyang oleh kebisingan politik tanpa dasar.

Bagaimana jadinya Negara ini jika setiap pejabat yang tidak disukai bisa dituduh ijazahnya dan berbagai berkas lainnya, palsu, lalu diwajibkan membuktikan keasliannya di pengadilan sampai inkracht dulu? Pejabat akan “habis” bukan karena kasus korupsi, tetapi karena fitnah. Sama dengan kita membuka pintu era baru, “satu hoaks dapat menjatuhkan negara”. Hukum tidak boleh dipermainkan sedemikian murahnya.

Oleh: Hartanto Boechori
Ketua Umum PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia)
Praktisi pembelaan non-litigasi masyarakat kecil

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan