TAHRIM BAWA PERUBAHAN ” PWI LAHAT BERSATU”

  • Bagikan

MMCNews, Lahat – Sumsel : Sabtu 27 Desember 2025.

Tidak ada panggung, tidak ada barisan foto yang dipajang di depan lobi, tidak ada tepuk tangan yang menggema seolah menyambut pahlawan pulang perang. Yang ada hanya langkah pelan dari seorang wartawan senior, Muchtarim, yang di sore Kamis 25 Desember 2025 datang ke sebuah ruangan sederhana untuk mengambil formulir pendaftaran sebagai Calon Ketua PWI Lahat. Di ruangan itu, Suparman selaku perwakilan panitia pelaksana menyerahkan berkas pendaftaran. Serah terima dokumen berlangsung singkat, tetapi bukan berarti tanpa makna. Justru di situlah kisah dimulai: bukan dari sorot kamera atau mikrofon, melainkan dari niat yang tumbuh dalam diam.

Bagi sebagian orang, proses seperti ini hanyalah formalitas. Namun bagi Muchtarim, hari ini bukan sekadar tanggal yang dicatat panitia atau garis awal dari sebuah pemilihan organisasi. “Momennya langka dan ini proses baru menuju keseriusan saya mencalonkan diri sebagai Ketua PWI Lahat,” ucapnya. Kalimat itu terdengar tenang, tetapi menyimpan getar tekad yang jarang muncul dari seorang yang datang tanpa hingar-bingar.

Ia menyadari bahwa menuju kursi Ketua PWI Lahat bukanlah jalan mulus. Namun ia memilih untuk hadir dengan kejujuran, apa adanya, tanpa mencoba menjadi sosok lain yang bukan dirinya. Keputusan mengambil formulir tidak dilakukan untuk menunjukkan kehebatan, melainkan untuk menegaskan bahwa niat baik bisa berjalan tanpa gembar-gembor.

Saat diwawancarai, ia menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk membangun citra atau prestise personal. “Saya ingin menjadi Ketua PWI bukan berarti saya hebat,” katanya. “Niat hati saya hanya ingin mempersatukan rekan-rekan PWI.”

Di tengah suara-suara yang kadang tak searah di internal organisasi, ia memilih berdiri di antara, bukan di atas. Ini bukan sekadar ambisi untuk menang, tetapi tentang keinginan untuk memastikan tidak ada yang merasa tersisih dalam rumah besar bernama PWI. Ia ingin menjadi jembatan, bukan tembok; pemersatu, bukan sekadar pemimpin struktural.

Dukungan pun mengalir dari banyak pihak, terutama dari tokoh-tokoh senior PWI Sumatera Selatan. Ada nama H. Ocktap Riady, mantan Ketua PWI Sumsel dua periode, ada K. Jon Heri, dan juga sosok penting di pusat sertifikasi kompetensi, Direktur UKW PWI Pusat, Aat Surya Safaat. Mereka bukan hanya memberi dukungan moral, tetapi juga menunjukkan bahwa langkah Muchtarim mendapat perhatian dari mereka yang paham medan.

“Dukungan pasti ada,” ujarnya. “Alhamdulillah ada beberapa tokoh senior PWI Sumsel yang mendukung.” Kalimat itu sederhana, tapi juga menegaskan bahwa ia tidak berjalan sendirian.

Bagi Muchtarim, mengambil formulir hanyalah awal. Harapan terbesar adalah proses pencalonan ini berjalan jujur, terbuka, dan memberi ruang bagi seluruh anggota untuk menilai tanpa tekanan. “Setelah pengambilan formulir ini, harapan saya segala bentuk pencalonan dipermudah dan tidak ada rintangan atau pencegahan,” katanya.

Harapan itu bukan keluhan terselubung. Itu adalah doa agar proses demokrasi di tubuh organisasi wartawan bisa berjalan sehat. Semua pihak tahu bahwa organisasi sebesar PWI memiliki sejarah panjang dinamika. Namun sejarah tidak harus mengulang pola yang sama. Ada waktunya semua kembali duduk bersama, membuka lembar baru, dan menghindari konflik yang sebenarnya tidak perlu.

Mengingat PWI Lahat bukan organisasi baru, wajar bila ia ditanya tentang kondisi hari ini. Jawabannya tidak defensif, tidak pula menyudutkan siapa pun. “PWI Lahat sudah baik,” ujarnya, “yang harus diperbaiki adalah mempersatukan rekan-rekan anggota PWI.” Ia melihat bahwa masalah utama bukan pada struktur atau program, tetapi pada keterhubungan hati.

Mungkin di sinilah letak tantangan. PWI bukan hanya ruang kerja; ia adalah ruang rasa. Ada tahun-tahun ketika organisasi ini tampak seperti keluarga, tetapi ada juga masa ketika jarak hadir di tengah-tengah. Kondisi itulah yang ingin ia kembalikan: bahwa menjadi anggota PWI bukan hanya soal kartu dan keanggotaan, tetapi tentang saling menjaga rumah bersama.

Dalam dunia organisasi, program kerja sering menjadi menu utama. Tetapi bagi Muchtarim, semua agenda hanya akan berarti jika rumah ini utuh dulu. “Program prioritas pertama, satukan dulu PWI Lahat. Ketika PWI bersatu, maka program-program akan berjalan.” Kalimat itu seperti mengetuk pintu kesadaran bahwa perpecahan bukanlah medan subur bagi kemajuan.

Dalam 100 hari pertama, jika ia terpilih, ia ingin membangun ruang temu: bukan hanya rapat, tetapi percakapan. Bukan hanya perencanaan, tetapi kebersamaan. Program tanpa penyatuan hanya akan menjadi daftar kata, bukan gerak. Sementara organisasi tanpa persatuan, hanya akan menjadi nama tanpa napas.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan