“Waspada Sound Horeg, Dokter RSUD Jombang Ungkap Risiko Telinga Rusak Permanen Akibat Suara Keras”

  • Bagikan

“Organ di dalam telinga kita itu kecil-kecil sekali dan sangat sensitif. Jadi kalau sampai terkena suara keras yang menggelegar, tulang-tulang kecil itu ikut bergetar hebat dan bisa terganggu fungsinya. Bayangkan kalau suara dari sound horeg yang kerasnya luar biasa itu didengar dalam jarak dekat, tentu dampaknya sangat berbahaya,” ujar Kihastanto.

Ia menambahkan, bagian yang paling rentan rusak akibat suara keras adalah hair cell atau sel rambut yang berada di koklea. Sel rambut ini berfungsi mengubah getaran suara menjadi sinyal listrik yang kemudian dikirim ke otak untuk diterjemahkan sebagai suara yang bisa didengar manusia. Bila sel-sel rambut tersebut rusak, maka kemampuan mendengar seseorang akan menurun secara permanen, karena sel rambut tidak bisa beregenerasi.

“Kalau hanya kelelahan, sel rambut masih bisa pulih dalam waktu beberapa jam. Tapi kalau terus-terusan mendengar suara keras setiap hari, maka cairan di sekitar sel rambut bergetar sangat cepat tanpa henti. Lama-lama sel rambut itu hancur, dan kalau sudah rusak, tidak bisa tumbuh kembali,” ungkapnya dengan nada serius.

  Terkuak, Misteri Kematian Wanita Jombang di Hutan Lamongan, Diduga Dibunuh Rentenir Karena Motif Ekonomi

Lebih jauh, Kihastanto menjelaskan bahwa efek dari paparan suara keras terbagi menjadi dua jenis, yaitu efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Efek jangka pendek biasanya berupa tinnitus, yaitu kondisi telinga berdenging meskipun tidak ada sumber suara di sekitarnya. Biasanya gejala ini akan hilang setelah beberapa jam atau hari. Namun, bila paparan kebisingan terjadi terus-menerus, tinnitus dapat menetap dan diikuti dengan penurunan daya dengar permanen.

“Efek jangka pendek bisa sembuh dengan sendirinya kalau tidak terpapar lagi. Tapi kalau sudah jangka panjang, tinnitus dan gangguan pendengarannya bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dan bisa jadi permanen,” tegasnya.

Dokter Kihastanto juga menyoroti fenomena sosial di masyarakat yang sering kali menganggap suara keras adalah simbol kemeriahan atau prestise dalam sebuah acara. Ia menilai pandangan tersebut perlu diubah, karena tanpa disadari, kebisingan berlebih bukan hanya mengganggu lingkungan, tapi juga membahayakan kesehatan masyarakat sekitar.

  Sinergi Cinta dan Nutrisi, Kunci Sukses Dapur SPPG Tugusumberjo Jombang Memenuhi Kebutuhan Gizi Ribuan Siswa

“Suara keras itu bukan ukuran kemeriahan. Yang terjadi justru bisa membuat telinga rusak. Banyak masyarakat yang tidak sadar, setelah menghadiri acara dengan suara keras, telinganya berdenging, dan itu adalah tanda awal kerusakan,” katanya.

Ia pun mengimbau masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan pendengaran. Bagi mereka yang kerap terlibat dalam kegiatan musik, hiburan, atau menggunakan sound system besar, sebaiknya menggunakan pelindung telinga seperti earplug, menjaga jarak dari sumber suara keras, dan membatasi durasi paparan.

“Telinga adalah salah satu indera paling berharga. Begitu rusak, kemampuan mendengar tidak akan kembali seperti semula. Maka sebaiknya kita menjaga sebelum menyesal,” pesannya.

Kihastanto berharap agar pemerintah daerah bersama masyarakat bisa lebih bijak dalam mengatur penggunaan sound system berdaya besar agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan maupun ketertiban umum. Kesadaran bersama diperlukan agar fenomena sound horeg tidak menjadi sumber penyakit baru di tengah masyarakat.

  Skandal TPT Siluman! Proyek Fisik Misterius di SMPN 1 Mojowarno Jombang Cium Aroma 'Main Belakang'

“Mulailah dari diri sendiri. Kalau telinga berdenging setelah mendengar suara keras, segera istirahatkan pendengaran dan hindari kebisingan. Karena sekali rusak, sel-sel di dalam telinga tidak bisa diperbaiki lagi,” pungkasnya.

Reporter: Adi

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan