MMCNEWS.ID | Ekspansi kebudayaan Bali ke daratan Eropa Timur melalui proyek Taman Budaya Bali Indah di kawasan Dolina Charlotty, Slupsk, Polandia, kini memasuki fase krusial. Bukan sekadar soal etalase bangunan, proyek ini mulai menyedot sumber daya manusia secara masif dengan rencana pengiriman puluhan seniman dan perajin langsung dari Pulau Dewata.
Dalam pertemuan di Jayasabha, Denpasar, Rabu (24/12/2025), Gubernur Bali Wayan Koster menerima laporan progres dari Konsul Kehormatan RI di Gdansk, Polandia, Miroslaw Wawrowski. Laporan tersebut mengungkap rencana perekrutan yang cukup ambisius: 40 tenaga kerja umum, 15 seniman tari dan musik, serta belasan tukang ukir asli Bali akan diboyong untuk menghidupkan fasilitas yang telah diresmikan sejak 16 Juni 2025 tersebut.
Risiko Sistemik di Balik Panggung Megah
Rencana mobilisasi ini membawa perspektif baru bagi publik mengenai ketahanan perlindungan tenaga kerja migran di sektor seni. Belajar dari berbagai dinamika lapangan, masalah utama yang kerap mengintai pekerja seni di luar negeri bukanlah minimnya kompetensi, melainkan kerapuhan sistem manajemen dan absennya dukungan teknis serta briefing yang memadai dari pihak penyelenggara.
Tanpa dukungan manajemen yang kuat di Polandia, puluhan seniman ini rentan menghadapi kendala administratif hingga adaptasi lingkungan yang ekstrem. Sejauh ini, Miroslaw melaporkan bahwa fasilitas di Polandia tersebut sudah dilengkapi dengan restoran yang menyajikan produk unggulan seperti Kopi Bali. Angka kunjungan pun diklaim mencapai 1.000 hingga 1.500 orang per hari selama musim panas. Namun, keramaian pengunjung ini justru menuntut jaminan hak-hak pekerja yang lebih profesional agar diplomasi budaya tidak berujung pada kerugian personal para seniman akibat kegagalan sistem.
Diplomasi Ritual dan Kritik Efektivitas
Keseriusan Polandia dalam mengadopsi identitas Bali ditandai dengan agenda Bali Festival yang akan dirangkaikan dengan Upacara Melaspas Padmasana pada akhir Juli 2026. Langkah ini secara simbolis menempatkan arsitektur suci Hindu Bali di jantung Eropa. Namun, di balik kemegahan ritual tersebut, muncul kritik mengenai efektivitas jangka panjang: apakah keberadaan replika ini akan memotivasi warga Eropa untuk terbang ke Bali, atau justru sebaliknya, membuat mereka merasa cukup hanya dengan melihat “Bali” di Polandia tanpa memberikan dampak devisa langsung bagi daerah.
Menanggapi rencana besar tersebut, Gubernur Koster tampak mengambil jarak secara terukur. Meski mengapresiasi minat tinggi masyarakat Polandia, ia memilih mengirimkan delegasi ketimbang memastikan kehadirannya sendiri dalam prosesi sakral tersebut.
“Terkait undangan Upacara Melaspas Padmasana di Taman Budaya Bali Indah, Polandia, kemungkinan saya akan menugaskan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali untuk hadir,” ujar Koster, Rabu (24/12).
Ujian Konsistensi Pemerintah
Secara analisis, pengiriman 40 tenaga kerja dan belasan perajin ini menjadi pertaruhan bagi “brand” Bali di kancah global. Keberhasilan proyek ini tidak akan diukur dari megahnya bangunan di Slupsk, melainkan dari sejauh mana pemerintah mampu menjamin bahwa para pekerja seni tidak menjadi korban dari kegagalan sistem manajemen di negeri orang.
Koster berharap fasilitas tersebut menjadi media promosi pariwisata yang efektif. Kini, publik menunggu bagaimana skema perlindungan konkret yang disiapkan pemerintah daerah agar ambisi promosi internasional ini selaras dengan perlindungan martabat dan kesejahteraan para senimannya. *yas













