Program TPS3R Diduga Tak Transparan, DPRD Jombang Desak Inspektorat Lakukan Audit Lapangan

  • Bagikan
Oplus_131072

MMCNEWS.ID | Program Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang dicanangkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang kini menjadi sorotan publik. Program yang semula diharapkan menjadi solusi pengelolaan sampah berkelanjutan di tingkat desa, justru menuai tanda tanya besar terkait transparansi, efektivitas, dan pemerataan pelaksanaannya di seluruh wilayah Jombang.

Sejumlah perangkat desa di berbagai kecamatan mengeluhkan bahwa pengajuan program TPS3R sulit diterima dan cenderung tertutup. Bahkan, ada kecamatan yang sama sekali belum tersentuh program ini, padahal persoalan sampah sudah menjadi masalah serius yang mengancam kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Beberapa sumber di lapangan mengungkapkan bahwa setiap kali ada pengajuan proposal, prosesnya terkesan berbelit dan tidak jelas. Ada pula cerita mengenai perangkat desa yang justru “didekati” oleh oknum yang mengaku sebagai penghubung program TPS3R, namun tidak memberikan kepastian apa pun. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya pola selektif dan kurang transparan dalam penyaluran program.

  Infrastruktur Dana Desa di Jombang Retak Dini, Kualitas Proyek Rabat Beton di Kedungturi Disorot

Di tengah berbagai pertanyaan publik, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang, Ulum, melalui Sekretaris DLH, Amin Kurniawan, akhirnya memberikan penjelasan panjang terkait sumber dana, mekanisme, serta tanggung jawab pelaksanaan program TPS3R.

Amin menjelaskan, anggaran pembangunan TPS3R bersumber dari dua pos, yakni APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Untuk pembangunan yang menggunakan dana APBD, pelaksana teknisnya dilakukan oleh pemerintah desa dengan total anggaran sekitar Rp400 hingga Rp500 juta per unit.

“Anggaran itu digunakan untuk membangun fisik TPS3R serta melengkapi sarana pendukung seperti mesin pencacah dan peralatan lainnya. Mesin pencacah yang standar harganya sekitar Rp10 juta, sedangkan yang lebih besar bisa mencapai Rp20 juta,” jelas Amin Kurniawan, Kamis (13/11/2025).

Ia juga memaparkan bahwa sistem kerja program TPS3R bersifat hibah dengan mekanisme swakelola. Artinya, pembangunan fisik dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ditunjuk oleh desa. Setelah pembangunan selesai, hasilnya diserahkan kepada DLH untuk diperiksa, dan jika dinilai layak, barulah bangunan tersebut diberikan kembali kepada KSM untuk dioperasionalkan.

  Kapolres Jombang Hiasi Pensiun Anggota Polri dengan Tradisi Unik dan Penuh Makna

“DLH hanya bertugas mendampingi dari sisi manajemen dan tata kelola. Setelah itu, operasional dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab KSM penerima hibah. Kami hanya memastikan pelaksanaan sesuai aturan dan memberikan pendampingan teknis,” lanjut Amin.

Dalam penjelasannya, Amin juga menyoroti bahwa biaya operasional TPS3R diperoleh dari iuran masyarakat yang dilayani. Iuran ini digunakan untuk membayar petugas pengangkut sampah dari rumah ke rumah, perawatan fasilitas, hingga kebutuhan bahan bakar mesin pengolah sampah.

“Besaran iuran ditentukan melalui musyawarah desa. Jadi ada yang Rp10 ribu, Rp15 ribu, sampai Rp20 ribu per bulan. Kita tidak ikut campur dalam menentukan tarif karena itu hasil kesepakatan warga,” ujarnya.

  Diduga Langgar Aturan, Papan Proyek PUPR Jombang di Desa Spanyul Tanpa Informasi Anggaran

Amin menambahkan, jika masyarakat belum mampu memberikan iuran, maka pemerintah desa diimbau dapat menggunakan Dana Desa (DD) untuk mendukung biaya operasional.

Sementara itu, untuk pengelolaan sampah dari TPS menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA), menjadi tanggung jawab DLH Jombang. Namun, biaya operasional pengangkutan tersebut tidaklah kecil. Menurut Amin, total kebutuhan anggaran pengelolaan sampah di Kabupaten Jombang mencapai lebih dari Rp10 miliar per tahun, sedangkan pendapatan dari retribusi kebersihan hanya sekitar Rp250 juta.

“Pendapatan dari retribusi masih jauh dari kebutuhan. Padahal, APBD yang digunakan untuk pengelolaan sampah setiap tahunnya cukup besar. Itu sebabnya, pelaksanaan program seperti TPS3R tidak bisa sekaligus di semua desa, tapi dilakukan bertahap sesuai kemampuan anggaran daerah,” ungkapnya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan